Catatan Kecil Untuk Dedi Yudianto

Ayah Dedi Yudianto

Dedi, saat ini kupakai untuk sebutan ayahku. Bukan sok kebarat-baratan atau modern, sebutan dedi (daddy = Ayah atau orang tua laki-laki) layak kusematkan kepada ayahku karena pikiran-pikiran beliau yang modern, bijaksana, bertanggungjawab kepada keluarga, guru, orang tua sekaligus teman.

Meskipun nama beliau Ahmad Yudianto aku pun kerap memanggil Dedi Yudianto. Dan ayah pun hanya tersenyum tanpa protes sedikit pun dengan nama panggilan itu.

Meskipun sudah pensiun dari pekerjaannya sebagai guru sekolah dasar, Beliau tetap semangat di usianya yang menginjak 75 tahun.

Bahkan tiap hari terus menulis, hal yang beliau senangi semenjak masih sekolah hingga menjadi mahasiswa. Entah itu esai, cerpen, puisi atau tulisan apa saja yang menurut beliau sangat menarik.

Ayahku menulis sedikit demi sedikit tiap hari, dalam waktu satu atau paling lama dua tahun, bisa merampungkan satu naskah buku dalam kisaran tebal 250-300 halaman folio bergaris.

Oh ya.. Dedi Yudianto, ayah kebanggaanku kurang suka (atau tidak paham dengan komputer). Biasanya menulis pada kertas secara manual pakai pulpen atau menggunakan mesin ketik manual jika tulisan pendek.

Dan baru-baru ini ayahku telah menyelesaikan satu naskah kumpulan cerpen. Pada saat menyelesaikan satu naskah, tampak rasa lega dan puas. Tiap naskah bukunya pertanda kelegaan dan kepuasan yang menyangga rasa syukur. Sebab, ayah melihat setiap bukunya adalah anak-anak pikirannya.

Satu lagi yang kulihat saat ini. ayahku mulai senang berkebun. Pantas jika ada tambahan gelar seperti Ir Dedi Yudianto MBA yang suka bekerja keras.

Berkebun palawijaya dilakukan dengan mencangkul dan menanam buah-buahan, pohon buah, dan sayur-mayur.

Suatu ketika ayahku berkebun jambu merah yang lebat berbuah hingga bertahun-tahun.

Saat lain ayahku berkebun cabe, kacang tanah, dan sejenisnya. Pada saat lain menanam pohon sengon dengan tumpang sari macam-macam rambatan.

Dengan mencangkul dan merawat-menyiangi tanah tubuh ayahku tetap terlihat sehat. Semakin berkeringat, ayahmu semakin bersemangat kerja.

Berkebun membuat pikiran dan hati ayahku juga terawat dengan baik. Berkebun palawija telah menjadi metode penyehatan dan perawatan diri.

Berkebun, menulis dan membaca seperti tak kenal henti. Pagi hari usai shalat subuh berkebun hingga matahari mulai tertawa. Kemudian sejenak beristirahat sambil minum teh hangat dan camilan seadanya. Ayahku paling senang singkong atau pisang goreng hasil berkebun.

Dalam istirahat Ir. Dedi Yudianto MBA tidak hanya berdiam diri. Ayah akan membaca buku atau surat kabar dengan tenang, menandai bagian-bagian yang penting dari bacaan, dan mencatat hal-hal yang terbersit dari bacaan.

Siang hari ayahku terus menulis. Beliau sering menulis dengan tangan — kita sebut menulis tangan atau menulis halus di atas lembaran kertas folio bergaris.

Tulisannya rapi dan jelas sekali, tebal tipis dan bentuk hurufnya menandakan jemari yang lentik dan saraf-saraf yang berhubungan dengan jari-jari terjaga sehat. Bahasanya tertata rapi pula. Hal ini sudah dilakukannya sejak muda.

 

Catatan kecil buat Dedi (daddy) Yudianto yang penuh inspirasi.

 

Lentera Kecil

Media online sarana pembelajaran pendidikan dan pengetahuan informatif, inspiratif dan edukatif

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *