
Batik telah dideklarasikan sebagai warisan budaya luhur, yang tumbuh dan hidup di masyarakat Indonesia oleh badan dunia PBB (Unesco) yang mengurusi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam sebuah sidang di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Popularitas batik yang berasal dari Indonesia pun semakin meningkat tajam, sehingga batik kemudian banyak digandrungi masyarakat Indonesia termasuk kawula muda perkotaan. Ungkapan kecintaan terhadap batik kini tampak begitu berlimpah ruah. Semangat mengembangkan batik yang sempat redup kembali bergelora.
Banyak perancang busana, mau menggunakan kain bermotif dan diproses secara tradisional ini sebagai bahan utama rancangan busananya. Juga para pedagang kain yang banyak menjajakan batik pada gerai-gerainya di butik maupun di kios-kios kecil di sudut-sudut mal atau pusat grosir. Yang tak kalah penting dan menarik adalah para kaum intelektual (terutama mereka yang pernah sekolah di luar negeri), yang banyak mengenakan batik sebagai busana kerja ataupun sekadar saat kongko di ruang-ruang publik.
Sejarah Asal Usul Batik
Meskipun belum ditemukan jejak batik Indonesia namun para ahli sejarah menulis bahwa asal usul batik disinyalir dari teknik menulis. Batik yang berasal dari kata amba nitik yang bermakna menorehkan titik-titik, pada masa itu bahan dasarnya menggunakan kain putih yang ditenun sendiri. Sedangkan pewarna dibuat dari tumbuhan sekitar, seperti pohon mengkudu, kunyit, soga, dan nila. Serta soda terbuat dari soda abu dan garamnya dari lumpur.
Buku 20 Tahun GKBI mencatat, sejarah batik dalam perkembangannya menjadi sebuah kesenian milik rakyat Indonesia pada akhir abad ke-18 dan kemunculan batik cap baru pada 1920-an, setelah para pedagang Cina membawa kain impor dan pewarna buatan.
Dalam literatur Eropa, teknik batik pertama kali diceritakan dalam buku “History Of Java” (London, 1817) yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles yang pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki negara Belanda.
Kreasi pembuatan batik diperkirakan mulai diproduksi di zaman Majapahit kemudian disebarkan juga kerajaan lain, termasuk Mataram, yang memiliki peran besar dalam pengembangan kain bermotif khas ini. Tak hanya itu, konon, batik di zaman itu sempat hidup dan berkembang, serta memberi kontribusi pada perekonomian masyarakatnya
Perkembangan Batik Nusantara
Jejak asal usul batik di zaman Majapahit memang telah lenyap sama sekali, hanya pada motif atau corak ornamentiknya yang masih tampak pada batik yang kini hidup di Mojokerto dan Tulungagung yang kemudian berkembang pesat di Solo dan Yogyakarta. Di Yogyakarta, batik hidup dimulai dari dalam keraton, ketika Panembahan Senopati masih memegang kendali Kerajaan Mataram I.
Perbatikan, yang mulanya dikerjakan para selir keraton, akhirnya menyebar lewat abdi dalem. Ketika penjajahan Belanda dan keluarga keraton terpaksa mengungsi, mereka pun menularkan kreativitas dan proses produksi batik di daerah-daerah yang disinggahi. Hingga kain yang diberi motif sulur dari titik-titik cantik itu akhirnya benar-benar telah menyebar di seantero Jawa.
Ke wilayah barat, batik menerobos dari Pekalongan hingga Jakarta. Setiap daerah seperti Pekalongan, Tegal, Ciamis, Tasikmalaya, Cirebon, Garut dan Jakarta memiliki ciri tersendiri, motif maupun pewarnaan. Pendatang dari mancanegara pun ikut andil dalam membentuk corak dan warna batik di daerah pesisir. Jadilah batik pesisir terkenal dengan warna-warna yang cerah. Warna cokelat tidak lagi dominan. Dari Jawa Tengah, batik menebar pesonanya ke Jawa Timur. Di kawasan ini pengembangannya terkait dengan penyebaran agama Islam. Dimulai di Ponorogo dan sang penyebar masih keturunan Majapahit yakni Raden Katong yang merupakan adik Raden Patah.
Batik tak hanya mengepung Jawa, tapi juga merambah Sumatera. Di Padang, muncul batik dengan motif berwarna hitam, kuning, dan merah ungu dengan pola campuran Banyumasan, Indramayu, Solo, dan Yogya. Dibuat dengan teknik cap, dan polanya memang meniru pola batik Pulau Jawa. Tercatat dalam sejarah bahwa perusahaan batik pertama di Sumatera Barat ada di Padang Pariaman pada 1946.
Bahkan lembaran kain batik juga terbang melewati batas Nusantara, dan membuat pengagumnya melahirkan batik-batik lain. Maka muncullah batik dari negeri tetangga, seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, India, hingga Afrika. Tentunya dengan modifikasi sesuai negeri masing-masing. Pemilihan kainnya pun tak lagi terpaku pada kain mori, tapi sutra pun dibuat lebih elegan dengan motif batik. Hasilnya adalah batik ditemukan di mana saja, di kios atau toko kecil di pasar hingga butik-butik berkelas pun memajang batik sebagai andalan produknya.
Motif Batik
Motif batik kini pun beragam. Bila menelusuri sentra-sentra batik yang tersebar di berbagai daerah, perbedaan corak dan warna pun tampak nyata. Semula motif batik yang sarat dengan makna itu memang hanya seputar corak klasik khas keraton seperti ceplok blah kedhaton, ceplok naga raja, kawung, parang barong bintang leider, parang kesit tumaruntum, parang seling huk, tambal, tambal nitik. Kini sedikitnya telah melonjak menjadi 400 motif. Meski berkembang saat penyebaran Islam, motif batik juga dipengaruhi oleh Hindu dan Buddha.
Dalam jumlah ratusan tersebut, secara umum batik bisa dibagi dua jenis, yakni geometris dan nongeometris. Motif geometris dalam bentuk garis-haris seperti kawung, parang, dan panji. Filosofi motif ini menunjukkan adanya birokrasi dalam pemerintahan. Ada keteraturan dari raja sampai rakyat atau manunggaling kawula gusti. Berbeda dengan batik non-geometris yang memunculkan gambar binatang dan tanaman. Motif ini menggambarkan kehidupan yang terus berkembang.
Ada aturan yang tidak tertulis dalam pemilihan motif ini. Corak-corak batik khas keraton menurut sejarah sesungguhnya tidak boleh dipakai oleh orang kebanyakan, seperti batik parang dan kawung. Namun, dengan menebarnya pesona batik, hukum adat yang tak tertulis itu pun sulit diterapkan. Ketentuan bahwa motif parang itu hanya untuk raja pun bisa jadi tak banyak yang paham. Hingga motif tersebut bisa menempel pada busana yang dikenakan tubuh siapa pun, muda, tua, para menak, ataupun rakyat jelata.
Artikel Batik versi Bahasa Inggris: Batik, A String of Beautiful Dots
Sejarah Asal Usul Batik – Lentera Kecil