
Pada zaman kolonial atau masa Hindia Belanda, sudah ada Sekolah Pendidikan Guru dengan nama Kweekschool. Awalnya sekolah pendidikan guru (kweekschool) didirikan untuk mendidik warga setempat menjadi penginjilan atau dapat mengajar di gereja. Oleh karena itu, bahasa pengantar yang digunakan menggunakan bahasa Melayu.
Seiring waktu, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan kweekschool juga untuk memenuhi kebutuhan guru untuk sekolah umum di masa Hindia Belanda yang ada. Terutama HIK (Holandsche Indische Kweekschool) yaitu sekolah untuk guru bantu yang ada di semua Kabupaten.
Sejarah Sekolah Pendidikan Guru (Kweekschool)
Menurut beberapa sumber, mula-mula sekolah pendidikan guru (kweekschool) di Nusantara diselenggarakan pada tahun 1819 di Ambon oleh Joseph Kam yang terkenal dengan julukan “Rasul Maluku”, seorang misionaris Kristen yang dibantu oleh VOC.
Sekolah tersebut untuk mendidik orang Ambon menjadi guru yang dapat mengajar dengan lebih baik di gereja dan di sekolah yang ada pada waktu itu. Bahasa pengantar adalah bahasa Melayu. Keberadaan sekolah ini diperkirakan hingga tahun 1864.
Tahun 1829, di Minahasa Sulawesi, juga didirikan sekolah pendidikan bagi tenaga-tenaga pribumi dengan bahasa pengantar Melayu, untuk memberitakan Injil yang diselenggarakan oleh Nederlandsch Zendeling Genootschap (Serikat Misonaris Negeri Belanda).
Di Surakarta, atas perintah Raja dibuka sekolah pendidikan guru negeri pada tahun 1852 untuk memenuhi kebutuhan guru pada sekolah rakyat yang ada. Sekolah guru di Surakarta ini murid-muridnya diambil dari kalangan priyayi Jawa. Bahasa pengantarnya adalah bahasa Jawa dan melayu. Sekolah ini pada 1875 pindah ke Magelang.
Sekolah guru pada masa penjajahan mulai banyak didirikan seperti di Bukit tinggi (Fort de Kock) pada 1856, Tanah Baru, tapanuli pada 1864, Tondano pada 1873, Ambon pada 1874, Probolinggo pada 1875, Banjarmasin pada 1875, Makassar pada 1876, dan Padang Sidempuan pada 1879.
Bahasa Belanda mulai diajarkan di Kweekschool pada 1865, dan pada 1871 bahasa tersebut merupakan bahasa wajib, tetapi pada 18885 dan pada 1871 bahasa tersebut tidak lagi merupakan bahasa wajib. Pada dasawarsa kedua abad ke-20, bahasa Belanda bukan lagi hanya bahasa wajib melainkan menjadi bahasa pengantar.
Umumnya Kweekschool diperuntukkan warga pribumi dan tidak banyak campur tangan terhadap pendidikan guru bagi golongan Eropa. Untuk golongan eropa diserahkannya kepada swasta. Pada akhir abad ke-19 pemerintah hanya menyelenggarakan kursus-kursus malam di Batavia (1871) dan Surabaya (1891). Oleh pihak Katolik didirikan kursus-kursus di Batavia, Semarang, dan Surabaya (1890).
Jenis Pendidikan Guru Masa Hindia Belanda
Kweekschool adalah salah satu sistem pendidikan di zaman Hindia Belanda, terdiri atas HIK (Holandsche Indische Kweekschool)yaitu sekolah guru bantu yang ada di semua Kabupaten dan HKS (Hoogere Kweek School) yaitu sekolah guru atas yang ada di kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, dan Semarang.
Selain HIK dan HKS terdapat juga EKS (Europeesche Kweek School) yaitu sekolah guru atas dengan bahasa pengantar Belanda, dan hanya diperuntukan bagi orang Belanda, orang Arab/Tionghoa maupun orang pribumi yang mahir sekali berbahasa Belanda. Itu pun hanya ada di Surabaya.
Khusus untuk yang keturunan Tionghoa, didirikan Hollandsche Chineesche Kweekschool (HCK) dengan bahasa pengantar bahasa Mandarin.
Untuk Sekolah Pendidikan guru agama Katholik, terdapat Katholieke Kweek School atau sebangsa seminari yang didirikan pada tahun 1911 dengan nama Kolese Xaverius Muntilan.
KH Ahmad Dahlan setelah mengujungi Kolese Xaverius Muntilan, beliau juga terinspirasi untuk mendirikan sekolah guru bagi orang Islam, yang kemudian mendirikan Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta adalah sekolah kader Muhammadiyah pada tahun 1918.
Sekolah Pendidikan Guru (Kweekschool) di Masa Hindia Belanda