
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, jauh sebelum sistem pendidikan nasional hadir, yakni sekitar tahun 1347, telah terjadi prosesi pendidikan. Awalnya lembaga pendidikan di Nusantara menggabungkan kurikulum pendidikan agama dan umum.
Meskipun ada kesamaan prinsip, namun lembaga pendidikan di Nusantara yang menggabungkan pendidikan agama dan pendidikan umum di setiap daerah penamaannya berbeda-beda. Misalkan, kalau di Jawa namanya pesantren, kalau di Aceh namanya menasah, kalau di Sumatera Barat namanya surau.
Jadi sesungguhnya dalam pesantren, menasah, dan surau itu terjadi pembelajaran yang komprehensif, bukan saja pendidikan agama tetapi juga pendidikan umum.
RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren
Namun, sejarah juga mencatat bahwa, seiring kedatangan Portugal dan Belanda terjadi pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Untuk itu, peran lembaga pendidikan keagamaan perlu mendapat perhatian dari pemerintah karena lembaga tersebut telah banyak mencetak kader unggul yang berkontribusi untuk umat dan bangsa. Pendidikan agama dan pesantren idealnya memiliki arah pada landasan penguatan karakter bangsa.
Saat ini, secara implementatif masih terjadi ketimpangan terhadap Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren, baik dalam hal persoalan anggaran maupun kebijakan. Negara perlu terlibat dalam memajukan pendidikan agama, tidak hanya Agama Islam, tapi juga agama-agama lainnya yang diakui Negara Indonesia.
Jadi diperlukan peraturan atau undang-undang yang memiliki gagasan pokok untuk mendorong supaya pendidikan keagamaan, baik itu Islam dan agama lain maju dan menjadi landasan pembentukan karakter bangsa.
Sebagai contoh, definisi pesantren diperluas dan diperdalam dengan pendidikan lain, meskipun namanya bukan pesantren. Perlu dielaborasi konsep pesantren ini. Pesantren tidak hanya dipandang pada nama saja, tapi definisinya perlu diperluas atau diperdalam.
Dengan dibuat peraturan atau undang-undang tersebut, supaya pendidikan keagamaan Islam dan agama lain maju, sehingga memberikan landasan pada penguatan karakter bangsa.
Selain itu, dengan adanya undang-undang Lembaga Pendidikan Keagamaan nantinya akan mengakomodasi pendidikan agama dan pesantren yang belum mendapatkan perhatian secara proporsional dari kebijakan anggaran biaya pendidikan yang diamanatkan UUD.
DPR Berusaha Memajukan Pendidikan Agama dan Pesantren melalui Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang terus menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren.
Menurut Nihayatul Wafiroh, anggota DPR RI dari Fraksi PKB, anggaran yang didapat untuk pendidikan diniyah dan pesantren hanya 1,8 persen dari APBN 2018 yakni Rp 875 miliar. Dana itu digunakan untuk biaya pendidikan di sebanyak 76.566 madrasah diniyah takmiliyah, 134.860 lembaga pendidikan Al-Qur’an dan 28.961 pondok pesantren.
“Itu yang terdaftar, tapi masih banyak yang belum terdaftar dan masih banyak jutaan santri di pesantren. Tentu jauh daripada cukup untuk bisa mengatakan negara ini berpihak pada pendidikan pesantren,” kata Nihayah.
RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren