Pelabuhan Donggala Sisa Kejayaan Masa Lampau

Pelabuhan Donggala (sekitar 30 km dari Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah), berawal dari tempat tambat bagi perahu nelayan dan tempat persinggahan bagi kapal-kapal tradisional untuk mengisi perbekalan air tawar. Dalam perkembangannya pelabuhan ini semakin ramai dikunjungi kapal-kapal niaga.

Tercatat bahwa pada tahun 1430 pelabuhan Donggala di bawah Kerajaan Banawa dikenal sebagai pelabuhan yang memperdagangkan hasil bumi seperti kopra, damar, kemiri dan ternak sapi. Hingga akhirnya VOC menguasai Indonesia pelabuhan ini semakin ramai terlebih saat booming komoditi kopra pada tahun 1920 hingga 1939.

Kejayaan Pelabuhan Donggala

Posisinya yang strategis berada di tengah-tengah jalur perdagangan Selat Makassar yang saat itu menjadi jalur utama kapal-kapal menuju Eropa selain Selat Malaka menjadikan Donggala sebagai titik penting bagi VOC dalam menancapkan kuku kekuasannya Sepeninggal VOC dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda yang menguasai penuh Donggala dimulai dengan cara memaksa Raja Banawa ke-VI, I Sandudongie, pada tahun 1824 untuk menandatangani berbagai kontrak sehingga Belanda dapat membangun Kantor Douane (kepabeanan) dan berbagai fasilitas perkantoran dalam rangka memperlancar monopoli perdagangan dan kekuasaan segala hal.

Pada 28 Agustus 1903, Belanda menempatkan Asisten Residen pertamanya, A.J.N. Engelenberg. Pada tanggal 1 April 1907 kebijakan tol (pemungutan kepabeanan) yang diperkirakan berupa pelaksanaan Undang-Undang Tarif mulai diterapkan di Donggala sebagai tata niaga perdagangan laut.

Dalam rentang waktu yang panjang tersebut tampak besarnya peranan Douane dalam mengatur arus barang di pelabuhan. Dari sekian banyaknya barang ekspor dan impor lainnya, tercatat kopra sebagai komoditi utama yang diperdagangkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya lembaga yang mengatur tata niaga kopra sejak Hindia Belanda, pendudukan Jepang hingga pemerintah Indonesia yang sekarang masih menyisakan bangunan sejarah, Yayasan Kopra Daerah (sebelumnya bernama Stichting Het Coprafonds).

Pelabuhan Donggala, Sisa Kejayaan Masa Lampau

Masa redupnya Donggala adalah saat pelabuhan Pantoloan yang terletak di sisi seberang Teluk Palu mulai dibuka dan dioperasikan menjadi pelabuhan baru yang melayani kapal penumpang maupun barang pada tahun 1978. Pusat kota Donggala yang sebelumnya berada di pelabuhan pun sekarang telah bergeser hingga menyisakan kawasan kota tua dengan kekhasan arsitekturnya. Dan hingga saat ini, pelabuhan Donggala menjadi pelabuhan rakyat di tengah-tengah sejarah kejayaannya di masa lampau dengan saksi bisu gedung-gedung tua di kawasan pelabuhan.

Kebesaran nama Pelabuhan Donggala turut menginspirasi setidaknya dua penulis besar dalam karya mereka. Dalam buku “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” milik Buya Hamka, dan “Tetralogi Pulau Buru” milik sastrawan Pramoedya Ananta Toer, kedua buku itu menyebut nama Donggala disebut sebagai tempat singgah para pelaut nusantara dan mancanegara.

Sumber: WBC

 

Pelabuhan Donggala Sisa Kejayaan Masa Lampau – Lentera Kecil

Lentera Kecil

Media online sarana pembelajaran pendidikan dan pengetahuan informatif, inspiratif dan edukatif

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *