
Sebelumnya, terjemahan sukses bukan dari ukuran kekayaan atau jabatan yang berhasil diraih, melainkan sukses adalah mampu hidup mandiri, mampu menjadi diri sendiri, tidak membebani apalagi sampai merugikan orang lain. Orang sukses adalah orang yang keberadaannya penuh kemandirian.
Banyak orang sukses tanpa bersekolah, artinya tidak menempuh pendidikan formal. Namun orang sukses pun banyak juga yang melalui sekolah formal. Mungkin lebih banyak orang yang gagal total justru karena tak sempat mengenyam pendidikan formal.
Belajar di sekolah tidak menjamin sukses seseorang dalam menentukan ukuran mampu berkarya, punya harga diri dan sebagainya. Masuk sekolah yang top, eksklusif, membayar mahal, tidak berarti apa-apa jika individu yang bersangkutan tak memiliki etos belajar yang baik. Atau masuk sekolah hanya bertujuan mencari status, mencari selembar ijazah. Masuk sekolah formal tak cukup hanya sekadar datang, duduk, dan diam.
Memang tak bisa kita pungkiri, ukuran pendidikan formal yang serba positivistic itu menyebabkan output yang terbentuk menjadi seperti data statistik; kebenaran seolah-olah sama dengan deretan angka-angka. Orientasi formalistik yang terlalu dominan dalam pendidikan formal menyebabkan lembaga sekolah kehilangan makna hakikinya, yakni menjadi tempat penanaman benih-benih intelektualitas, moralitas, dan estetika. Akibatnya, banyak lulusan pendidikan formal yang pandai berhitung, tapi rendah daya saingnya, mudah putus asa, mudah menderita, mudah emosi, mudah merusak.
Sekolah Tidak Menjamin Sukses
Banyak lulusan pendidikan formal yang kapabel, terampil, dan bermoral. Ia mempunyai kemampuan tertentu sebagai karya cipta yang di satu sisi mampu menghidupi dirinya sendiri, dan berguna juga untuk orang lain. Namun tipe manusia seperti itu juga bisa lahir dari hasil otodidak meski dengan jumlah yang tidak signifikan. Kenyataan, banyak orang yang tak beruntung meraih kesempatan belajar di sekolah formal hidupnya kacau, merusak diri sendiri dan orang lain.
Meski sekolah formal tidak bisa menjamin kesuksesan dalam hidup, setidaknya dengan bersekolah saat ini masih cukup layak sebagai instrumen mencerdaskan kehidupan bangsa (meski belum sangat memuaskan).
Paling tidak, dengan bersekolah, individu bisa memperoleh beberapa hal penting:
- Pertama, penambahan pengetahuan sebagai dasar wawasan dan pengetahuan.
- Kedua, memperoleh dasar-dasar berpikir yang logis, sistematis, dan metodologis, sehingga bisa membantu mengarahkan yang bersangkutan dalam menjalani hidup.
- Ketiga, secara sosiologis, individu dihadapkan pada interaksi sosial di mana bisa belajar akan persamaan dan perbedaan, konsensus dalam konflik, permisif dan filtering, dan sebagainya.
- Keempat, bagaimana pun dalam format pergeseran masyarakat dari yang bersifat agraris ke industri, belum menghargai individu berdasarkan karyanya, kapabilitasnya, kredibilitasnya, dan sejenisnya. Masyarakat masih mempertimbangkan aspek-aspek atribut simbolik seperti latar belakang pendidikan formalnya.
Sukses tidaknya seseorang tergantung pada proses kreatif yang dilaluinya. Jadi, tetaplah bersekolah tetapi harus kreatif.
Sekolah Tidak Menjamin Sukses – Lentera Kecil
yang jelas disekolah kemampuan berpikir akan lebih maju karena pengetahuan yang didapat dari sekolah, Jangan pernah menganggap bahwa sekolah buat cari kerja, sekolah itu buat cari ilmu supaya bisa berpikir kreatif.
bersifat pesimis dan provokatif. Tapi sebagian dari kita masih baranggapan hal yang serupa akan pendidikan. Kita bahkan sering mendengar pernyataan bahwa buat apa sekolah tinggi-tinggi? toh kalau perempuan ujung-ujungnya di dapur juga. Buat apa punya ijazah? toh pendidikan tinggi tidak menjamin hidup makmur, belum tentu dapat kerja, banyak tu sarjana yang pengangguran! Pendidikan belum tentu menjamin seseorang untuk sukses. Pertanyaan dan anggapan ini masih berkembang di lingkungan masyarakat kita. Cobalah sejenak kita membaca kembali petikan wawancara dengan Bob Sadino, orang yang sukses dalam dunia usaha dan bisnis.