Tarif Proteksi Efektif Sebagai Alokasi Sumber Daya

tarif proteksi efektif

Konsep tentang Tarif Proteksi Efektif (TPE) ini sebenarnya pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Max Corden dan Harry Johnson awal abad 20-an, yang mendefinisikan proteksi efektif sebagai kenaikan proporsional pada nilai tambah suatu industri yang merupakan hasil komprehensif struktur proteksi terhadap output dan input industri.

Tujuan utama dari pengenaan tarif antara lain untuk melindungi industri domestik serta mempengaruhi alokasi sumber daya dalam berbagai macam industri. Otoritas ekonomi dalam hal ini aparat pemerintah harus benar-benar memahami kebijakan tarif. Karena pada gilirannya alokasi sumber daya akan mempengaruhi kesejahteraan rakyat pada umumnya. Terlebih sebagai agen ekonomi, pemerintah memiliki peran ganda, selain dapat berperan sebagai kosumen juga dapat pula sebagai produsen untuk barang dan jasa tertentu. Oleh karena itu tindakan yang dilakukan aparat pemerintah akan berdampak luas, selain mempengaruhi perubahan harga barang juga alokasi sumber daya. Dan yang tak kalah pentingnya adalah peran pemerintah selaku pembuat kebijakan termasuk dalam hal ini penentu tarif serta pemungut pajak.

Perlindungan terhadap industri domestik (proteksi) sebenarnya meliputi kebijakan tarif dan non tarif. Tarif digolongkan atas dua jenis, yakni tarif nominal dan tarif efektif. Tarif nominal dinyatakan dalam persentase dari nilai impor (free on board), sedangkan tarif efektif dihitung dengan mengetahui lebih dulu nilai tambah (value added) suatu komoditas, yang dapat dibuat di dalam negeri maupun nilai tambah komoditas tersebut di pasar internasional. Kemudian, dihitung persentase perbedaannya. Proteksi non tarif dapat berupa pelarangan dan pembatasan terhadap beberapa barang impor, kendala administrasi, dan juga melalui lisensi impor.

Implikasi Tarif Proteksi Efektif (TPE)

Implikasi kebijakan tarif dan non tarif ini akan bermuara pada variabel-variabel ekonomi lain, seperti pendapatan pemerintah, harga barang di dalam negeri, termasuk dalam hal ini harga bahan baku, nilai tukar mata uang, efisiensi produksi, kesempatan kerja (employment), dan berkaitan pula dengan produksi sektor pertanian. Tarif yang relatif tinggi untuk bahan baku, akan mendorong kenaikan harga output yang relatif tinggi sehingga mengurangi daya saing. Dalam batas waktu tertentu proteksi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi jika terus-menerus akan merugikan ekonomi dalam negeri karena setiap komoditas akan mengalami masa jenuh, tidak mendorong inovasi produk. Disatu sisi produksi di dalam negeri relatif lebih banyak tersedia, sementara harganya relatif tinggi maka kemampuan daya beli tidak naik sebagaimana yang diharapkan.

Dalam berbagai kasus di negara-negara Amerika Latin dan negara berkembang lainnya, proteksi juga menimbulkan konsentrasi pasar dan monopoli, bahkan di Pakistan menimbulkan pula tekanan terhadap sektor pertanian, dan di Amerika Serikat tahun 1978-1982, telah menurunkan kesempatan kerja 40% pada industri mobil. Proteksi yang tinggi dapat menimbulkan mata uang dalam negeri menjadi overvalued.

Sebagai contoh: Industri mobil. Bila dianggap harga sebuah mobil di pasar internasional sebesar $ 10.000, dianggap bahwa proses produksi mobil memerlukan baja impor dan nilai tambah.Untuk membuat sebuah mobil diperlukan baja seharga $ 8.000, sehingga nilai tambah produksi mobil menjadi $ 2.000. Bila pemerintah menetapkan tarif mobil impor sebesar 10% atau ekivalen $ 1.000, maka harga mobil di pasar domsetik menjadi $ 11.000. Baja dalam contoh ini tidak dikenakan tarif (0%). Sehingga tarif mobil $ 1.000 meningkatkan nilai tambah dengan $ 1.000 juga.

Perlu diingat bahwa industri mobil tergolong industri nilai tambah (baking), akibatknya tarif tersebut merupakan tarif untuk industri nilai tambah, oleh karenanya tarif proteksi efektif (TPE) sebesar 50%. (Lihat tabel 1). Bandingkan bila tidak ada tarif terhadap impor mobil akan tetapi tarif dikenakan terhadap impor baja, katakan sebesar 5% atau ekivalen $ 500, maka tarif proteksi efektifnya menjadi – 25% (lihat tabel 2).

tabel 1 tarif proteksi efektif

Perlu diberi keterangan bahwa sebelum dan sesudah pengenaan tarif harga mobil konstan. Lain halnya apabila produsen dalam negeri menaikkan harga mobil, maka mobil impor akan menarik bagi konsumen. Bila pemerintah ternyata benar mengenakan tarif pada impor baja sebagaimana contoh pada tabel 2, pada gilirannya akan membuat input hilang dari industri ini, karena proteksi yang ditetapkan justru negatif. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa apabila tarif atas input lebih besar dari pada tarif atas output (barang jadi), maka tarif proteksi efektif (TPE) barang jadi tersebut cenderung akan negatif yang mengakibatkan melemahnya industri output, dalam contoh ini industri mobil. Selanjutnya bila tarif output (barang jadi) dalam hal ini mobil sama dengan tarif input (barang antara) dalam hal ini baja, maka tarif proteksi efektif akan tetap sama pada berbagai kemungkinan perubahan harga. Sebagai contoh dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini;

table 2 proteksi efektif

Kita lihat bahwa ternyata Tarif Proteksi Efektif (TPE) tidak mengalami perubahan meskipun harga barang antara (intermediate input) pada industri mobil berubah, hal ini terjadi sepanjang tarif kedua jenis barang (barang jadi dan barang antara) sama.

Kesulitan Penerapan Tarif Proteksi Efektif

Dalam kenyataannya perhitungan tarif proteksi efektif tidak sesederhana contoh di atas, meskipun nampaknya formula tersebut cukup ringkas. Hal ini dapat terjadi karena industri dihadapkan pada berbagai tarif output dan tarif input, sehingga kedua jenis tarif tersebut harus diukur sebagai rata-rata tertimbang. Selain itu, karena penggunaan faktor produksi eks lokal, maka harga produk tidak otomatis naik secara proporsional sama dengan nilai tarif. Hal ini menimbulkan pemikiran atas kenaikan biaya input sebagai akibat pengenaan tarif. Kemudian adanya non trade goods (gas, listrik, air, dan lain-lain). Akan tetapi jika dianggap tidak ada (diabaikan) maka semua input selain input antara termasuk value added. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat dua aliran pendapat dalam menyikapi non trade goods:

  • diperlukan sebagai trade goods (input) dengan tarif nol.
  • diperlukan sebagai value added.

Dalam hal yang pertama maka TPE akan lebih tinggi bila diperlakukan sebagai value added. Persoalan lain timbul bila value added dan input antara impor merupakan barang pengganti atau barang substitusi, dengan demikian inputoutput menjadi non-fixed. Perlu digaris bawahi pula bahwa tingginya TPE atas satu barang tidak berarti mencerminkan tingginya output barang tersebut. Value added menjadi lebih besar karena pengenaan TPE yang lebih tinggi.

Peran Pemerintah Dalam Tarif Proteksi Efektif (TPE)

Alokasi sumberdaya atau faktor produksi ditentukan oleh tingkat relatif proteksi efektif. Semakin tinggi tarif nominal atas suatu barang jadi, ceteris paribus, semakin tinggi TPE-nya. Semakin tinggi tarif atas barang antara, ceteris paribus, semakin rendah TPE-nya.

Sejauh ini terdapat kecenderungan negara-negara industri memberikan proteksi lebih besar pada output akhir. Artinya tarif bahan baku lebih rendah daripada barang jadi. Industri output domestik menerima proteksi efektif lebih besar ketimbang tarif nominal. Dalam hal tarif barang antara nol, maka semakin besar share input antara, semakin tinggi TPEnya. Bila digunakan satu tarif, maka tarif nominal sama dengan tarif efektif.

Di Indonesia, peran pemerintah masih sangat diperlukan untuk melindungi industri nasional, khususnya industri yang baru tumbuh (infant industry). Karena memang dibenarkan dan dilakukan oleh hampir semua negara industri. Namun proteksi ini justru akan melemahkan daya saing eksportir domestik bila dilakukan terus menerus pada industri hulu, seperti halnya bahan baku industri plastik dan kimia.

Terlebih lagi masih terdapat keterkaitan antara produsen akhir dengan produsen bahan baku atau input antara (intermediate) yang dihasilkan industri hulu, padahal suplai bahan baku atau input antara impor dikenakan tarif yang relatif tinggi, hal ini akan melemahkan daya saing industri lokal di pasar luar negeri.

Walaupun beberapa kalangan menganggap proteksi terhadap industri hulu akan berakibat buruk terhadap daya saing, namun membuka proteksi boleh jadi akan merusak industri hulu sendiri sebagai akibat derasnya serangan industri hulu sejenis dari luar negeri yang sudah relatif kuat dan mapan. Alhasil, memahami tarif dan hati-hati dalam menentukan dan menerapkannya sangat penting untuk menjadi perhatian pemerintah.

Oleh : Muhamad Farid Mahmud, SE, MM

Referensi:

  • Baghwati, Jagdish N. & Srinivasan, TN. Lectures on International Trade, The MIT Press, Cambridge, 1983.
  • Bawazier, Fuad, Effective Rate of Protection, Jurnal Keuangan dan Moneter, Jakarta, 1989.
  • Dornbush, Rudiger., Macroeconomics in the Open Economy, Basic Books, New York,1980.
  • Halwani, Hendra R, Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005.

 

Tarif Proteksi Efektif (TPE) – Lentera Kecil

Lentera Kecil

Media online sarana pembelajaran pendidikan dan pengetahuan informatif, inspiratif dan edukatif

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *