Bahayakah Darah HIV+ yang Terpapar Udara?

Darah HIV+

Bahayakah Darah HIV+ yang Terpapar Udara? Sebagian masyarakat awam belum benar-benar mengerti tentang penyebaran HIV sehingga muncul stigma terhadap para penderitanya. Ini tidak hanya berlaku di Indonesia. Sayangnya, sebagian orang yang sudah mengertipun berusaha menyangkal bahwa HIV+ merupakan penyakit biasa. Kenapa dikatakan penyakit biasa? Karena HIV+ bukan satu-satunya penyakit yang disebabkan oleh virus, bukan satu-satunya penyakit yang belum ada penangkalnya, dan bukan satu-satunya penyakit yang menular melalui pertukaran darah.

Dengan misi menghapus stigma atau pandangan miring terhadap pada penderita HIV+, sebuah majalah pria di Austria menerbitkan edisi khusus. Edisi Mei 2015 majalah Vangardist dicetak memakai tinta bercampur darah penderita HIV+. Pesan yang ingin disampaikan adalah HIV memang mematikan tetapi virus ini sendiri juga tidak hidup abadi dan rentan terhadap paparan udara. Menurut CEO majalah tersebut, virus ini tidak bertahan hidup lebih dari 30 menit di luar tubuh manusia, termasuk pada noda darah di pakaian apalagi kalau pakaian yang bernoda sudah dicuci dengan deterjen.

 

 

Kontroversi Majalah dengan Tinta Bercampur Darah HIV

Kontroversi pun muncul karena kesalahpahaman tadi. CEO Vangardist mengaku beberapa orang menyebut majalahnya pembunuh karena bermaksud menginfeksi masyarakat luas. Padahal, produksi tinta yang dipakai telah melewati prosedur keselamatan berlapis, termasuk mengirim darah yang akan dicampurkan ke laboratorium untuk disterilkan sehingga majalah edisi khusus tersebut aman dipegang. Dengan memegang majalah tersebut, secara simbolis pembaca menyentuh, memeluk, dan memberi dukungan moral kepada para penderita HIV+.

Inilah pesan inti edisi khusus ini, yaitu memperlakukan para penderita HIV+ seperti manusia biasa tanpa memberikan pandangan miring atau mengucilkan mereka. Setelah memegang majalah tersebut, persepsi negatif para pembaca diharapkan akan berubah sehingga tidak lagi takut berjabat tangan, bersentuhan, berpelukan, dan berbicara dengan para penderita HIV+.

Setelah berinteraksi dengan penderita HIV+ atau edisi khusus majalah tersebut, tidak ada perlakuan khusus yang perlu dilakukan. Tentu saja, seperti sehabis menyentuh benda apa pun, Anda sebaiknya mencuci tangan dengan sabun, terutama sebelum makan, dan mencuci pakaian setelah dikenakan seharian dengan deterjen. Berbagai pilihan deterjen mampu membunuh kuman sekaligus menghilangkan noda, termasuk noda darah itu sendiri. Itu saja, Anda tidak perlu sampai mencuci tangan tujuh kali atau membakar pakaian yang telah bersentuhan dengan penderita HIV+.

Anggaplah tinta bercampur darah pada majalah tersebut sebagai noda darah pada pakaian. Jika deterjen bisa membunuh kuman dan menghilangkan noda darah pada pakaian, maka pasteurisasi khusus bisa mensterilkan darah sebelum dicampur dengan tinta majalah tersebut. Lagipula, virus itu sendiri tidak bisa bertahan hidup lama di udara terbuka.

Vangardist menerima donasi darah dari tiga penderita HIV+, yaitu seorang ibu berusia 45 tahun, seorang pria homoseksual berusia 26 tahun, dan seorang pria heteroseksual. Setelah disterilkan, darah tersebut dicampur dengan tinta biasa. Vangardist biasanya hanya terbit sebagai majalah digital, namun khusus untuk edisi #HIVHeroes ini, Vangardist mencetak 3.000 eksemplar bertinta campuran yang dijual lebih mahal daripada harga edisi yang bertinta biasa.

Majalah edisi khusus ini dijual di dalam bungkus bersegal. Pada segelnya terdapat tulisan, “Buka segel ini dan bantu menghapus stigma.”

 

Bahayakah Darah HIV+ yang Terpapar Udara? – Lentera Kecil

 

Lentera Kecil

Media online sarana pembelajaran pendidikan dan pengetahuan informatif, inspiratif dan edukatif

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comments (1)