Sejarah Bea dan Cukai Indonesia

kantor bea cukai jakarta 1697

Keberadaan Bea dan Cukai hampir ada di setiap negara di dunia karena merupakan salah satu institusi penting dalam sistem pemerintahan. Sebelum Indonesia merdeka, pada masa Hindia Belanda, institusi Bea dan Cukai bernama De Dienst der Invoer en Uitvoerrechten en Accijnzen ((I. U & A) atau Jawatan Bea Impor dan Ekspor serta Cukai yang berada di bawah perintah Direktur Keuangan (Menteri Keuangan). Tugasnya adalah memungut invoer-rechten (bea impor/masuk), uitvoererechten (bea ekspor/keluar), dan accijnzen (excise/ cukai).

Jawatan ini dipimpin oleh seorang Inspektur Kepala yang merangkap sebagai penasehat dari Direktur Keuangan untuk bidang perdagangan dan pelayaran yang berkedudukan di Batavia (Jakarta). Pada masa itu Jawatan Bea Cukai dipimpin oleh pegawai negeri sipil bangsa Eropa. Beberapa Kepala Jawatan Dinas Bea dan Cukai periode Hindia Belanda adalah sebagai berikut: G.F. De Bruyn Kops (1933), S.M. Van Der Zee (1939), K.H. Dronkers (1946), dan G.Van Der Pol (1949).

Sejarah Bea dan Cukai Indonesia

Sejarah pemungutan bea dan cukai pertama di Indonesia dimulai pada zaman kolonial Belanda pada tahun 1886 terhadap minyak tanah berdasarkan Ordonnantie van 27 Desember 1886, Stbl. 1886 Nomor 249. Selanjutnya pungutan cukai lainnya diberlakukan terhadap komoditi tertentu lainnya, sebagai berikut :

  • Alkohol Sulingan, berdasarkan Ordonnantie Van 27 Februari 1898, Stbl. 1898 Nomor 90 en 92;
  • Bir, berdasarkan Bieraccijns Ordonnantie, Stbl. 1931 Nomor 488 en 489;
  • Tembakau, berdasarkan Tabsacccijns Ordonnantie, Stbl. 1932 Nomor 517;
  • Gula, berdasarkan Suikeraccijns Ordonnantie, Stbl. 1933 Nomor 351.

sejarah bea cukai Batavia

Pada masa pendudukan Jepang, tanggal 29 April 1942, Tentara Pendudukan Jepang mengeluarkan Undang-Undang No. 13 tentang pembukaan kantor-kantor pemerintahan di Jawa dan Madura. Dalam pasal 1 ayat 2 undang-undang disebutkan: “Kantor-kantor beja dan tjoekai di daerah-daerah dan tjabang-tjabang oentoek sementara waktoe beja tidak oesah dioeroes”. Jawatan Bea dan Cukai, Pajak, dan Pajak Bumi Indonesia dijadikan satu lembaga dengan nama gabungan Gunseikanbu Zaimubu Shuzeika yang dipimpin oleh Chogo dibantu oleh beberapa orang pegawai bumiputera, yaitu Mr. Soetikno Slamet dan H.A. Pandelaki.

Di daerah-daerah, hanya kantor-kantor cukai yang terus bekerja di bawah koordinasi Departemen Keuangan (Gunseikanbu Zaimubu), sedangkan kantor-kantor pabean yang berada di wilayah pelabuhan tidak diurus dan disatukan dalam Jawatan Pelabuhan. Tidak ada pemungutan bea ekspor dan impor, semua kegiatan pelabuhan difokuskan untuk pertahanan militer tentara pendudukan Jepang. Namun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, dua hari kemudian tepatnya pada 19 Agustus 1945 organisasi Kementerian Keuangan langsung dibentuk, Urusan Bea dan Cukai ditetapkan menjadi bagian dari Pejabatan Pajak.

Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia membentuk Netherlands Indie Civil Administration (NICA) dengan melakukan Agresi Militer pertama (1946), membuat Kementerian Keuangan, termasuk Urusan Bea dan Cukai mengikuti Presiden Soekarno dan seluruh jajaran Kabinet hijrah ke Yogyakarta dan sekitarnya. Urusan Bea dan Cukai mengikuti Pejabatan Pajak berkantor pusat di Magelang.

Pada tanggal 1 Oktober 1946 Menteri Muda Keuangan Mr. Syafruddin Prawiranegara melakukan perombakan dalam struktur organisasi Kementerian Keuangan. Urusan Bea dan Cukai dilepaskan dari Pejabatan Pajak dan berdiri sendiri menjadi Pejabatan Bea dan Cukai dan menunjuk Mr. R.A. Kartadjoemena sebagai Kepala Pejabatan Bea dan Cukai yang berkedudukan di Magelang. Selanjutnya tahun 1948 istilah Pejabatan diganti dengan Jawatan, sehingga sejak saat itu bernama Jawatan Bea dan Cukai. Momen berdiri sendirinya Bea dan Cukai sebagai satu instansi pada tanggal tersebut oleh beberapa pihak dianggap sebagai tanggal lahirnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Pada masa orde lama, Jawatan Bea dan Cukai secara berurutan dipimpin oleh G.J.E. Tapiheroe, M. Malik Slawat, dan H.A. Pandelaki. Periode ini adalah periode awal bagi Jawatan Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pengawasan perdagangan secara menyeluruh di wilayah Indonesia. Kapal Patroli Bea dan Cukai pada periode ini dikenal aktif beroperasi di wilayah perairan Indonesia. Nama yang terpakai sampai sekarang, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) setelah dirubah pada 30 Maret 1965 yang saat itu sekaligus menunjuk Padang Soedirdjo sebagai Direktur Jenderal.

sejarah tugas bea dan cukai

Sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi nasional dan kebijakan politik pemerintah diperlukan suatu perubahan terhadap Undang-undang cukai agar mampu menampung dan memberdayakan peranan cukai sebagai salah satu sumber penerimaan negara. Amendemen terhadap Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 tentang cukai dilaksanakan dengan pengesahan Undang-undang Nomor 39 tahun 2007 yang mulai berlaku pada tanggal 15 Agustus 2007.

Sejarah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai  Indonesia – Lentera Kecil

(Sumber : Pertumbuhan dan Perkembangan Bea dan Cukai Dari Masa Ke Masa, DJBC 1995)

Lentera Kecil

Media online sarana pembelajaran pendidikan dan pengetahuan informatif, inspiratif dan edukatif

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Comments (2)

  1. tulisan bagus soal baja kontruksi ini sangat keren banget.
    keren banget & penting. semua mereka yg pakai maupun sedang mencari pengetahuan berkaitan baja
    konstruksi harus baca artikel ini. mampir juga web
    saya ya saudara ada tulisan manarik yang semoga bermanfaat buat siapa saja konsultan
    memerlukan infromasi lebih pol sekitar besi bangunan thank you.